Senin, 17 Agustus 2015

Mengingatmu, Mak


Mengingatmu Mak
dinding
dan terali kayu
menoleh singgah

sendiri atau lebih
bagimu sama

Menyendiri
dalam bayang

Detik
adalah rindumu yang terpotong
setengah
penuh
harimu

Kau dan aku Mengulang waktu,


Selepas kembali
dari keberangkatan itu

Kita putuskan
berpegang tangan
turun dan berlari
diatara gelap

melepas tangan
bersanding turun
lekat waktu
yang pulang

Haluan Memutar, dan Memutuskan Pergi


Adalah ia
akan semakin membesar
 tumbuh
menjadi akar
yang menelikung
menghantar
helai angin
atau
haluan memutar
dan pergi

Sebelum, Bunga Layu

Sebelum bunga layu
dan senja turun
menepi

waktu bergegas
sama
biasa





Seribu bayang Catatan musim

Barangkali,
entah,
atau,
ke
di sana
ia telah dikubur
pada lahat
berkeranda angin
sepi sen ja

Laut meracau
Dendam mengarus
Luka itu

Seribu bayang
Catatan musim

Sepilu rindu, lalu


Ucapmu pada pagi
engkau akan menjemur baju di sepanjang jalan
baju yang kita cuci tadi malam
yang kuletak di kamar
tempat kita selalu singgah


Dalam detak kunci yang berbunyi
kau hantarkan jua
mereka pada setiap hujan yang jatuh
   
Dan pedulimu adalah sebuah pesan dalam hp
yang selalu meminta dan menakut-nakuti
hingga matimu

Akhir perjumpaan
kau putuskan membanting pintu
sepilu rindu
lalu


Taxi air



Taxi air di sungai Indragiri
Memecah desah
Sepasang cinta

Sederu bias
Orang-orang kedai
Pinggir sungai

Taxi air di Indragiri
Mengilir air
Mengemudi

Malam minggu di Tembilahan


Malam minggu
Jalan di Tembilahan
seharum bunga

Seharum rindu
muda-mudi

Emak


menatah tanganmu
bagimu waktu

dan terdiammu
menandakan masih ada hitungan

entah kali keberapa

memulai baru

Adakah kau puncak gunung



sudah lama
kau dan aku memetik hujan
terakhir diantara kita
kulihat kau
dan temanmu
menirai angin

sesekali kau berdiri

adakah kau puncak gunung
embun putih selepas hujan

di bawah
orang-orang berpasangan
menatap tengah matamu

hujan mulai mengendap
diam yang kau tanyakan

Simpang Haru



di simpang haru
kita menunggu
kereta pukul lapan

pasir memutih buih
di ujung kaki
kita tuliskan
esok

pantai gandoriah
melamun ombak
selebihnya
airnya membasah
ujung rambut

kita tenggelam
memulai mimpi

Arti tatapmu



Adakah yang mengerti pada angin
Yang menghempas diri

tetap saja
rindu genap
Pada bayang bulan

 mengaca

seseorang beranjak
arti tatapmu

Mengejar Layang


bocah di pesisir
mengejar layang

doa diangin
tali lawan

Malam di Jalan Arifin Ahmad

Di pinggir jalan menuju pulang
masih dalam ingatan
lampu merah yang kiri
orang-orang lupa
bahwa di kaki jalan
kau menjatuhkan kunci
dan semua menjadi salah di tatapmu
hingga paku yang kau tebar mengenaimu
tepat di jantung
kita sama berhenti
dan saling menyalahkan
tigapuluhlimaribu yang bukan milikmu

Renyai di sepanjang Labuhan



renyai yang turun menitik
sesekali datang
di sepanjang Labuhan
pukul tujuh

hingga,
matahari merambat
hangat daun
satu dari arah itu

kau
ke awal
atau menelikung

Kamis, 21 Mei 2015

Mei Juni



Kita rangkai Mei yang mengeluh
Musim gugur dan berdiam di reranting Juni
Dia menua berbicara pada bulan yang datang
Di mana Juli?
Apakah menjelang?
Bulan merenda atau jatuh.

Senapelan Kampung Bandar



Mari, dudukkan rindu
di senapelan kampung bandar

Mereka yang singgah
di senapelan kampung bandar
bermain air
arus siak

Seharum seberang
mereka menatah riuh
melepas langkah
peluh kesah

Di senapelan kampung bandar
kita dudukkan

Pulang

Telah terdengar
Pulanglah
Nyanyian pengingat janji 
Rindu ikatlah dulu
Esok untukmu datang

Telah terdengar
Pulanglah
Di telinga   

Menunggu dalam hatimu

Menunggu dalam hatimu
Adalah sebuah langkah penuntun pulang

Dan hari-hari
Kau tahu
Akan selalu datang
Pada hitungan letih

Menunggu dalam hatimu
Adalah sebungkus es tebu
Teruntukku

Dibuai bayang

Tidurlah
Dibuai bayang Ibu
Angan telah kugantungkan dijantungmu
Marilah kita patri cinta
Pada embun pertama di ujung halaman
Kelak, nak
Kita tumbuh bersama
Engkau kutunggu membawa rindu
Satu satu

Menepi

Menepilah
Kita bercerita
Riwayat yang lewat

Menepilah meski embun
Menemu waktu
Kita yang tinggal

Andai bunga jatuh

Andai bunga jatuh
Angin akan menjadi teman yang dingin

Sepanjang rindu itu
taman meremah jauh
hangat gerak

saat lain
daun memulai tumbuh

Andai bunga jatuh
engkau tidak menua
dan selalu bersemangat

Bermain Layangan



Adalah seperti yang kuduga
halte bukanlah tempat bagimu
untuk berhenti
Angin memutar cerita baru
tentang senja yang beranjak pudar
Dan seperti dugaan mereka
bahwa waktu condong
dan meninggalkan bayangmu
di sepasang kaus kaki

Mari terbanglah rindu
bersama tatapan senja yang memerah
disanding bayang silam yang tumbuh
di mata kecil ini

Dan senja begitu saja
Andai dapat kuikat dan bertamu di matamu
dan melekat bersama
aku curiga kita tidak dapat saling melupakan

Pada senja yang ini
hanya layangan sungguh
bergegas turun





(dimuat di Ripos 23 Juni 2013)